Selasa, 26 Juni 2012

Jatuh Cinta yang Kedua Kali

Jatuh Cinta yang Kedua Kali

oleh @astriiavistaa

Ada yang berbeda pagi ini. Pada waktu biasa, aku akan duduk sendiri di beranda rumah ditemani teh manis hangat dan majalah kesukaan sisa semalam yang belum aku baca tuntas. Sunyi, hening, jauh dari realita. Pagi yang aku ciptakan sendiri sebagai kediaman mental yang aman untukku ketika harus menjalani hari yang berat. Hari ini, aku ditemani kamu yang datang tanpa pemberitahuan bersama secangkir susu coklat. Kamu yang pernah aku suka ketika remaja. Kamu yang secara terhormat menjadi cinta pertama. Kedatanganmu tidak beralasan, tidak bertujuan, dan kamu bilang, kedatanganmu tidak bermaksud apa-apa. Kamu hanya sepintas lewat dan ingin berbagi sedikit waktu dengan teman semasa remajamu yang sering menghabiskan pagi sendirian. Kamu juga bilang, kamu membawa si susu coklat untuk mengimbangi aku yang selalu membawa teh manis hangat. Agar aku tidak terus-terusan melewati pagi dalam keheningan, agar pagimu berbeda. Kamu lucu, kataku.
Ternyata kamu tidak main-main. Pagi ini berbeda. Aku dan kamu banyak berbicara tentang kisah remaja kita. Satu hal yang tidak pernah kita singgung sebelumnya. Kamu bilang, ada perasaan dangkal yang muncul ketika kamu berkenalan denganku. Walaupun perkenalan pertama hanya sebatas untaian huruf yang bertaburan di layar ponsel, sudah cukup membuatmu tertambat. Kamu bilang, sejak saat itu kamu ingin bisa memperpendek jarak yang masih terbentang, namun sayang banyak keadaan yang menghalangi kamu sehingga kamu harus berhenti sejenak. Sama, kataku. Banyak batasan tak kasat mata yang membuat aku belum bisa meraih kamu walaupun kamu ada di depan mataku. Padahal di saat itu, aku dan kamu sama-sama tahu bahwa ketika tatapan kita beradu, ada rasa tak terbendung yang ingin segera pecah. Ingin segera terwujud menjadi nyata. Kita masih terlalu lemah dan picik untuk mengakuinya.
Kemudian, kita terperangkap dalam kesunyian. Beda. Bukan kesunyian yang aku ciptakan sendiri seperti biasa, tapi kesunyian yang merangkul kita untuk sama-sama berpikir dan merenung. Kesunyian yang mendorong aku untuk mengakui bahwa ada rasa yang tidak pernah surut, bahwa ada rasa yang selama ini hanya tertidur. Menunggu untuk dibangunkan kembali. Kesunyian yang mendorong kamu untuk mematahkan semua halangan itu dan menunjukkan pada realita bahwa mimpi kecilmu dapat menjadi nyata. Kesunyian yang mendorong kita untuk sama-sama mengakui bahwa kita adalah cinta pertama.
Aku menyeruput sisa teh manis hangat yang sudah mendingin. Menelannya hingga habis tak tersisa. Kamu pun menelan sisa susu coklatmu hingga tandas. Aneh, susu ini rasanya seperti teh manismu, kamu bilang. Punyaku juga seperti susu coklat, kataku. Kemudian kita tertawa. Bukan hanya menertawai indera pengecap yang bermasalah, namun menertawai kenyataan bahwa setelah sekian lama yang menjadi penghalang utama bagi aku dan kamu adalah ketidakberanian kita untuk saling mengakui. Menertawati kepatuhan kita kepada tuntutan sekitar sehingga mengabaikan kebutuhan dasar kita, untuk mencintai dan dicintai. Menertawai betapa banyak waktu yang terbuang untuk saling menerka dan bersembunyi. Menertawai berapa banyak orang yang pura-pura kita cintai hanya untuk mengubur rasa yang kita pikir hanya sementara. Menertawai bagaimana mimpi-mimpi di malam hariku mengandung kamu, dan di dalam mimpi-mimpimu mengandung aku. Menertawai bagaimana letihnya kita saling mengenang satu sama lain dan terbelenggu di dalam kenangan. Menertawai betapa mudahnya percaya kepada nurani ketika sampai kepada masalah cinta. Menertawai betapa mujarabnya teh manis hangat dan susu coklat untuk  mencairkan gunung es di antara aku dan kamu. Menertawai betapa mudahnya untuk saling menyatakan cinta. Akhirnya. Aku menemukan kesimpulan dari kesendirian pagiku. Kamu, menemukan pegangan hidup yang kamu kejar sedari dulu. Di penghujung kesunyian ini, kamu bilang.
Aku jatuh cinta untuk kedua kalinya kepada orang yang sama. Kamu.
Sama, kataku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dengan bebas tetapi tetap menjaga budaya kesopanan ,trims..